Namanya Debby Yuni Anita Andri,
panggilannya Debby, lahir di Batam, 24 Juni 1994. Dara manis 18 tahun yang
masih kuliah semester satu di Universitas International Batam ini punya
segudang prestasi. Beberapa di antaranya adalah mengikuti Pertukaran Pelajar ke
Amerika (Indonesian Youth Leadership Program) 2010, Washington, Virginia,
mendapatkan beasiswa Excellent Scholarship in Universitas International Batam,
dan juga sebagai peserta Jambore Kewirausahan Pelajar Nasional II, Cibubur,
bersama IR Hatta Rajasa. Dan sekarangpun, selain kuliah, punya bisnis, anak
pertama dari empat bersaudara ini juga menjadi reporter freelance untuk Koran
Harian Batampos
Jiwa kewirausahaan tumbuh dari orang
tuanya. Mamanya adalah pengusaha “Dendeng Daun Singkong” khas Batam, makanan
khas yang menjadi juara I lomba entrepreneurs school se Provinsi Kepulauan
Riau. Ia mulai berwirausaha sejak SMK. Ia berjualan tahu isi, membawanya ke
sekolah untuk sarapan teman-temannya. Usahanya berjalan baik, hingga iapun
tidak perlu lagi meminta uang saku dari orang tuanya.
Saat itu, pertama usaha, banyak
orang mencibirnya, “ngapain dagang?”, toh ia sebenarnya lahir dalam keadaan
cukup? Tetapi dukungan orang tuanya, dan niatnya untuk hidup mandiri membuat
Debby tidak terlalu mempedulikan apa yang dikatakan orang-orang sekitarnya.
Prinsipnya, kalau hal itu menguntungkan, mengapa tidak?
Memasuki kuliah, jiwa kewirausahaan
itu terus Debby tumbuhkan. Puncaknya adalah saat ada kesempatan dari Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kepulauan Riau yang mengadakan pelatihan
kewirausahaan selama 1 bulan penuh di Tanjung Pinang. Bertemulah jiwa
kewirusahaan dengan keterampilan dan keilmuan yang dibutuhkan. Hasilnya, Debby
berpikir keras bagaimana mulai usaha, dan usaha apa yang akan dijalankan.
Debby, Pengusaha Donut Khas Batam di
depan gerobaknya
Setelah melalui beberapa pengamatan
dan analisis kecil, sampailah Debby pada langkah awal, membuka usaha donut.
Mengapa donut? Bukan hanya karena kue ini salah satu kue yang disenangi Debby,
tetapi ia melihat bisnis ini masih bisa dikembangkan jika dikelola dengan baik.
Pasarnya
siapa? Itulah yang pertama kali Debby pikirkan. Debby membidik kalangan muda
Batam yang mulai tumbuh menjadi anak muda metropolitan, dengan gaya hidup
kongkow dan nongkrong. Mereka berkumpul di beberapa tempat, terutama malam
Minggu menghabiskan hari bersama kawan-kawannya.
Mulailah
ia membuat konsep produk, kemasan, dan bagaimana cara mempromosikannya. Dari
sisi produk, donat kentang ini merupakan olahan donat yang tidak hanya bercita
rasa pada toppingnya saja, namun pada kualitas olahan. Dari sisi rasapun dibuat
selezat mungkin. Agar lebih menarik dan berbeda, dibuatlah donat kentang khusus
khas Batam, yaitu donat kentang buah naga dan donat kentang rumput laut.
Seperti kita tahu, Batam sangat terkenal dengan buah naga dan rumput laut.
Agar
menarik, mereknyapun dibuat sangat anak muda, yaitu Valiant Doughnut. Donut ini
dipasarkan lewat gerobak dengan desain yang sangat “muda” dan “eye catching”,
menarik perhatian. Gerobak unik dan menarik ini memang dirancang khusus oleh
Debby dengan harapan membuat orang tertarik membelinya.
Dan benar saja, outlet berbentuk gambar donut besar ini
langsung menarik perhatian banyak orang. Ditambah dengan kualitas rasa yang
enak, Valiant Doughnut segera menjadi teman nongkrong baru bagi anak muda
Batam. Usaha donut kentang inipun berkembang pesat. Debby mulai membuka usaha
30 November 2012, dan hingga sekarang Debby telah mempunyai dua outlet gerobak.
Dari
mana modalnya? Pertama membuka usaha, Debby tidak mempunyai modal uang, tapi
menurutnya modal uang sendiri itu bukanlah hal utama, yang paling penting
adalah modal ide! Jadi Debbypun nekat, ia meminjam uang dana bergulir program
Pemerintah PNPM Mandiri untuk membuat gerobak dan menyewa tempat di depan
warung bakso. Modal lain yang menurutnya penting adalah pertemanan dan jaringan
yang selama ini ia bangun. Luasnya pergaulan, dan teknologi informasi
memudahkannya dalam mempromosikan produknya kepada konsumen. Peran media sosial,
terutama Facebook dan Twitter sangat penting, karena bisa menjadi media promosi
yang murah, meriah, dan efektif.
Perjalanan
Debby masih panjang. Lajang yang mempunyai motto hidup “Apabila masih ada lebih
baik, maka menjadi baik saja tidak cukup” ini masih terus bermimpi
mengembangkan usahanya menjadi besar di masa mendatang. Target untuk tahun ini
dan tahun depan, Debby akan membuka cafe bekerja sama dengan Xpresibatampos,
dan membuka 5 outlet baru di Batam. Debby yakin, dengan prinsip Man jadda Wajada,
every dream gonna be real if we believe it! Setiap kesungguhan pasti akan
membawa hasil
Kesimpulan : Teguh pada pendirian dan tak mudah goyah dengan
omongan orang tak kalah penting juga dalam berwirausaha
Top Ittipat – Pengusaha
Muda Dari Negeri Gajah Putih
Kalo kita lihat iklan di TV ada
iklan makanan ringan yang terbuat dari rumput laut, "Tao Kae Noi".
Itu adalah makanan ringan yang berasal dari Thailand. Pengusaha yang memiliki
produk itu adalah Top Ittipat, pengusaha muda asal Thailand yang saat
ini menjadi pengusaha muda terkaya di Thailand di usia yang ke 26 tahun.
Sebelumnya
Top Ittipat adalah pria biasa seperti anak muda pada umumnya yang sempat
kecanduan game di usia ke 16 tahun. Tapi dari kesukaannya akan dunia game,
Top mendapatkan uang dari menjual item senjata-senjata miliknya di game
online. Dengan bisnisnya ini dia bahkan meraih penghasilan mencapai 1 juta
Baht dan dapat membeli sebuah mobil seharga 600 Baht (sekitar 200 juta rupiah).
Disaat yang bersamaan, bisnis orang tuanya mengalami kebangkrutan dan disaat yang bersamaan pula karena kemalasannya di sekolah selama ini, Top tidak berhasil masuk kuliah perguruan tinggi negeri dan harus masuk Universitas Swasta.
Dengan sisa uang yang dimilikinya Top beralih usaha ke bisnis DVD Player tapi Top ditipu mentah-mentah sebab semua DVD Playernya ternyata barang palsu dan uangnya tidak dapat kembali. Top Ittipat juga berusaha mencari pinjaman uang ke bank untuk memulai usaha baru. Namun, pihak bank tak begitu saja menyetujuinya.
Di titik inilah Top mulai menyadari kesalahannya karena telah melalaikan sekolah dan pelajaran. Di titik yang sama ini jugalah, Top mulai bersentuhan dengan kerasnya dunia bisnis.
Hutang yang melilit usaha orang tuanya pun semakin memperburuk keadaan. Terlebih lagi rumah mereka disita pihak Bank. Ditengah himpitan ini Top tetap berkeras.
Setelah akhirnya dapatkan pinjaman dari bank, segala hal dia coba lakukan, Top mencoba berjualan kacang (chesnut) bersama dengan pamannya. Diawali dengan mencari cara bagaimana strategi berjualan yang baik supaya bisa laris kepada para penjual kacang lainnya yang telah sukses sampai lakukan beberapa eksperimen untuk mendapatkan resep terbaik bagi produk kacangnya sehingga memiliki cita rasa yang khas dan unik.
Lalu Top membuka kedai di mall dan belajar tentang menemukan tempat yang stategis. Sebab lokasi menjadi salah satu faktor menentukan dalam keberhasilan penjualan suatu produk.
Namun berwiraswata memanglah tidak mudah. Saat Top mulai melakukan ekspansi bisnis chesnutnya secara besar-besaran, timbul suatu masalah lain dimana mesin pembuat kacang goreng yang Top pergunakan menimbulkan asap dan mengotori atap Mall sehingga harus tutup dan pihak Mall juga membatalkan kontrak kedainya. Dititik ini Top hampir putus asa.
Orang tuanya pun memutuskan untuk pergi ke China. Top Ittipat tetap berkeras untuk bertahan di Thailand dan melanjutkan usahanya. Dari bisnis jual kacang, Top beralih haluan untuk berbisnis rumput laut goreng. Makanan cemilan yang kekasihnya berikan.
Inspirasi memang bisa datang dari mana saja, sekalipun akhir kisah cintanya tak memberikan kenangan yang manis sebab kekasihnya pun akhirnya meninggalkan Top dikarenakan ia lebih konsentrasi mengurus bisnis dan usahanya.
Top Ittipat pun memulai usaha kerasnya dengan mencari bahan rumput laut lalu belajar rahasia menggoreng rumput lautnya. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelajaran ini mencapai lebih dari 100 ribu Baht. Tidak mudah memang baginya untuk membuat snack rumput lautnya menjadi makanan yang enak. Ia harus mencoba berulang kali bahkan sampai pamannya masuk rumah sakit gara-gara mencicipi snack rumput laut yang dibuatnya. Tapi ia tak putus asa hingga akhirnya berhasil menemukan rasa snack rumput laut yang renyah.
Top juga harus mempelajari cara untuk
mempertahankan rumput lautnya agar tidak basi jika disimpan untuk beberapa hari
lamanya. Dalam tekanan yang begitu hebat Top berusaha mencari tahu tentang
strategi penjualan dan inspirasi pun datang kembali untuk menjual produknya di
mini market 7-Eleven.
Lagi-lagi tidak semudah membalik telapak tangan. 7-Eleven ternyata memiliki standard yang tinggi yang harus dipenuhi supaya produk Top bisa masuk pasaran. Berbagai upaya Top lakukan tapi semua mengalami kebuntuan.
Keputusasaan melanda dirinya. Top hampir-hampir memutuskan untuk berangkat ke China tapi sebelum itu terjadi Top melakukan usaha terakhirnya demi memenuhi syarat dari pihak 7-Eleven dan upaya terakhirnya kali ini tidak sia-sia.
Kesulitan yang ada mulai dari inovasi untuk kemasan produknya sampai Top juga diharuskan memiliki pabrik untuk memproduksi dalam jumlah besar. Dengan susah payah semuanya dapat terpenuhi.
Untunglah juga ada kantor kecil milik keluarganya yang masih tersisa, yang akhirnya Top ubah menjadi sebuah pabrik kecil. Dengan begini Top berhasil memenuhi syarat ketentuan serta quota yang ditetapkan. 2 tahun kemudian Top Ittipat berhasil membayar hutang keluarganya dan berhasil mengambil kembali rumah keluarganya.
Perjuangan
Top Ittipat, segala kegagalan, getir dan pahit serta rasa duka dalam
membangun sebuah bisnis kini mengantar Top pada sebuah kesuksesan.
Sekarang ini di Thailand siapa yang tak mengenal akan "Tao Kae Noi" produk cemilan rumput laut terlaris di Thailand bahkan telah masuk juga ke berbagai Negara tetangga termasuk Indonesia.
Dengan penghasilan 800 juta Baht per tahun dan mempekerjakan 2.000 staf maka Top Ittipat yang bernama lengkap Top Aitthipat Kulapongvanich ini telah berhasil mencatatkan dirinya sebagai "A young billionaire from Thailand".
Kisah
suksesnya pun diangkat ke dalam sebuah film yang berjudul The Billioner.
Kesimpulan : Kegagalan bukanlah
akhir, teruslah berusaha dan janganlah berputus asa karena jika sudah putus asa
maka berakhirlah sudah.
Jika
menanam padi, maka rumput pasti ikut tumbuh. Namun jika menanam rumput, maka
jangan harap padi akan ikut tumbuh. Perumpaan itu pas dilekatkan pada roda
usaha yang dijalankan pemilik jaringan pasar swalayan Fajar Toserba, Yogi
Tyandaru. Dalam menjalankan usahanya, dia lebih mengedepankan ibadah
dibandingkan pencarian laba. Hasilnya, usahanya berkembang pesat. Tak hanya
berperan dalam dakwah untuk mendekatkan diri dan masyarakat pada Allah,
usahanya juga mendatangkan keuntungan berlipat ganda.
Yogi bercerita, Fajar Toserba sebenarnya dirintis pertama kali oleh ayah mertuanya, H Jana. Kala itu, sang ayah mertua menjadi pedagang rokok keliling selama 11 tahun di Jakarta. Dari usaha menjajakan rokok, mulai dari Tanah Abang, Mangga Dua, dan Pasar Pagi, ayah mertuanya jadi tahu pusat penjualan berbagai macam barang. Seperti misalnya sepatu, pakaian, maupun ikat pinggang.
Dengan bekal ilmu itu, H Jana mendirikan toko kecil di rumahnya di Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan pada 1997. Semakin hari, usahanya semakin berkembang. Dia pun membuka toko lagi di pasar Kramat Mulya dan di Jalan Raya Jalaksana. Toko di Jalaksana inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Fajar Toserba.
Yogi baru memasuki kehidupan H Jana saat menikah dengan putri tunggalnya pada 2001. Saat itu, dia diminta oleh ayah mertuanya untuk membantu mengembangkan Fajar Toserba. Namun, lulusan Fikom Unisba Bandung itu menolaknya. Jiwa jurnalisnya yang gemar berpetualang membuatnya lebih memilih tetap bekerja dan tinggal di Jakarta.
Namun, Jakarta ternyata bukan tempat terbaik untuknya. Buktinya, Yogi tergolek sakit hingga dua tahun lamanya. Berbagai upaya pengobatan tak jua membuahkan kesembuhan. Dia kemudian berusaha introspeksi mengenai dosa dan kesalahannya, terutama pada orang tua. Dia ingat, pernah menolak permintaan mertuanya yang menghendakinya pulang guna membantu mengembangkan usaha Fajar Toserba. ‘’Saya akhirnya sadar dan minta maaf pada ayah mertua,’’ tutur Yogi,
Ternyata, kesediaannya mengikuti keinginan sang ayah mertua adalah keputusan yang tepat. Buktinya, sakit yang dideritanya selama dua tahun langsung sembuh. Dia akhirnya terjun mengikuti usaha ayah mertuanya.
Namun, meski berstatus sebagai menantu pemilik Fajar Toserba, tak membuat Yogi langsung menduduki tampuk kepemimpinan. Ayah mertuanya justru mendidiknya dari level terbawah. Saat itu, dia ditugaskan menjadi petugas cleaning service di Fajar Toserba. ‘’Coba bayangkan, lulusan sarjana jadi cleaning service,’’ kata Yogi.
Ia ditempatkan sebagai petugas penitipan barang. Di pos barunya itu, dia sering menjadi sasaran kemarahan pengunjung yang tersinggung jika harus menitipkan barang.cTak berhenti sampai disitu, ‘karier’ Yogi terus meningkat. Silih berganti dia merasakan berbagai posisi pekerjaan di toserba milik ayah mertuanya. Mulai dari pelayan toko, sopir pengangkut barang, petugas input data, hingga kasir. Meski merasa perih dan sempat berburuk sangka terhadap perlakuan ayah mertuanya, dia tetap menjalani semua itu. Yogi akhirnya sadar, ada makna besar dibalik perlakuan yang diterimanya. Ayah mertuanya tidak ingin dia menjalankan usaha itu secara instan. Karena salah satu kelemahan pribumi yang terjadi selama ini adalah kegagalan saat regenerasi. Biasanya, generasi pertama yang merintis dan mengembangkan usaha, generasi kedua justru yang menghancurkan.
Setelah merasakan berbagai posisi yang ada di Fajar Toserba, Yogi akhirnya mendapat kepercayaan ayah mertuanya. Dia diberi proyek besar senilai Rp 8,9 miliar untuk membuka cabang Fajar Toserba di daerah Luragung, Kabupaten Kuningan. Dengan luas tanah dua hektare dan bangunan seluas 5.000 meter persegi, Yogi diharuskan membuka toserba sendiri. Padahal, dia tidak memiliki pengalaman bikin toko. Dia pun harus mengalami susahnya menghadapi birokrasi dan pejabat, termasuk preman yang tinggal di wilayah tokonya. ‘’Bapak sengaja tidak memberi tahu trik-triknya, saya diharuskan menjalaninya sendiri,’’ kata Yogi.
Namun, dari beragam kesulitan itu, Yogi akhirnya punya pengalaman membuat toko. Bahkan, Fajar Toserba saat ini sudah memiliki 15 cabang dan 400 orang karyawan yang tersebar di wilayah Kuningan dan sekitarnya. Sekitar dua atau tiga tahun mendatang, dia akan menerapkan sistem franchise.
Menurut Yogi dalam mengembangkan Fajar Group, ada tiga konsep yang sejak dulu diterapkan ayah mertuanya. Yakni, pengembangan wilayah dan pembangunan daerah, dakwah dan ibadah, serta profit. Ketiga konsep itu sangat jauh berbeda dengan konsep yang dikembangkan para pelaku bisnis ritel lainnya.
‘’Kreatifnya kami ya disitu,’’ ujar Yogi.
Untuk pengembangan wilayah dan pembangunan daerah, konsep yang diterapkan Fajar Toserba meniru ‘samudera biru’ yang luas. Maksudnya, mendirikan sebuah toserba tidak harus di tengah kota. Selain sesak, juga menimbulkan kemacetan. Karena itu, pengembangan Fajar Toserba selalu di pinggir kota.Namun, sebelum mendirikan toserba, hal pertama yang dibangun terlebih dulu adalah masjid. Setelah itu, mendatangkan ustadz untuk mengajari masyarakat di sekitarnya mengenai agama. Tak lupa, dibangun pula kios-kios kecil yang disewakan dengan harga murah kepada masyarakat setempat. Para penyewa kios pun dijadikan sebagai mitra. Karenanya, pengembangan Fajar Group tidak akan membuat warung-warung kecil gulung tikar. Justru sebaliknya. Daerah yang sepi menjadi berkembang. Di saat itulah, baru Fajar Toserba kemudian didirikan. ‘’Dengan menerapkan ketiga konsep itu, maka dimanapun ada Fajar Toserba, maka daerah yang sepi akhirnya jadi kota kecamatan yang ramai,’’ tegas Yogi.
Untuk menjaring konsumen, Yogi pun membidik masyarakat menengah ke bawah. Dengan demikian, masyarakat kecil yang hanya memakai sandal jepit dan turun darii angkot pun tidak malu belanja di Fajar Toserba. Yogi pun membiasakan pengamalan ibadah dalam kehidupan sehari-hari kepada para karyawannya. Namun, caranya bukan dengan perintah lisan. Berbagai amalan ibadah, dia contohkan secara langsung dalam bentuk tindakan nyata. Misalnya, setiap adzan solat berkumandang, dia akan berhenti beraktifitas dan bergegas menuju masjid untuk solat berjamaah. Melihat hal itu, karyawannya secara otomatis akan ikut serta.
Yogi bercerita, Fajar Toserba sebenarnya dirintis pertama kali oleh ayah mertuanya, H Jana. Kala itu, sang ayah mertua menjadi pedagang rokok keliling selama 11 tahun di Jakarta. Dari usaha menjajakan rokok, mulai dari Tanah Abang, Mangga Dua, dan Pasar Pagi, ayah mertuanya jadi tahu pusat penjualan berbagai macam barang. Seperti misalnya sepatu, pakaian, maupun ikat pinggang.
Dengan bekal ilmu itu, H Jana mendirikan toko kecil di rumahnya di Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan pada 1997. Semakin hari, usahanya semakin berkembang. Dia pun membuka toko lagi di pasar Kramat Mulya dan di Jalan Raya Jalaksana. Toko di Jalaksana inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Fajar Toserba.
Yogi baru memasuki kehidupan H Jana saat menikah dengan putri tunggalnya pada 2001. Saat itu, dia diminta oleh ayah mertuanya untuk membantu mengembangkan Fajar Toserba. Namun, lulusan Fikom Unisba Bandung itu menolaknya. Jiwa jurnalisnya yang gemar berpetualang membuatnya lebih memilih tetap bekerja dan tinggal di Jakarta.
Namun, Jakarta ternyata bukan tempat terbaik untuknya. Buktinya, Yogi tergolek sakit hingga dua tahun lamanya. Berbagai upaya pengobatan tak jua membuahkan kesembuhan. Dia kemudian berusaha introspeksi mengenai dosa dan kesalahannya, terutama pada orang tua. Dia ingat, pernah menolak permintaan mertuanya yang menghendakinya pulang guna membantu mengembangkan usaha Fajar Toserba. ‘’Saya akhirnya sadar dan minta maaf pada ayah mertua,’’ tutur Yogi,
Ternyata, kesediaannya mengikuti keinginan sang ayah mertua adalah keputusan yang tepat. Buktinya, sakit yang dideritanya selama dua tahun langsung sembuh. Dia akhirnya terjun mengikuti usaha ayah mertuanya.
Namun, meski berstatus sebagai menantu pemilik Fajar Toserba, tak membuat Yogi langsung menduduki tampuk kepemimpinan. Ayah mertuanya justru mendidiknya dari level terbawah. Saat itu, dia ditugaskan menjadi petugas cleaning service di Fajar Toserba. ‘’Coba bayangkan, lulusan sarjana jadi cleaning service,’’ kata Yogi.
Ia ditempatkan sebagai petugas penitipan barang. Di pos barunya itu, dia sering menjadi sasaran kemarahan pengunjung yang tersinggung jika harus menitipkan barang.cTak berhenti sampai disitu, ‘karier’ Yogi terus meningkat. Silih berganti dia merasakan berbagai posisi pekerjaan di toserba milik ayah mertuanya. Mulai dari pelayan toko, sopir pengangkut barang, petugas input data, hingga kasir. Meski merasa perih dan sempat berburuk sangka terhadap perlakuan ayah mertuanya, dia tetap menjalani semua itu. Yogi akhirnya sadar, ada makna besar dibalik perlakuan yang diterimanya. Ayah mertuanya tidak ingin dia menjalankan usaha itu secara instan. Karena salah satu kelemahan pribumi yang terjadi selama ini adalah kegagalan saat regenerasi. Biasanya, generasi pertama yang merintis dan mengembangkan usaha, generasi kedua justru yang menghancurkan.
Setelah merasakan berbagai posisi yang ada di Fajar Toserba, Yogi akhirnya mendapat kepercayaan ayah mertuanya. Dia diberi proyek besar senilai Rp 8,9 miliar untuk membuka cabang Fajar Toserba di daerah Luragung, Kabupaten Kuningan. Dengan luas tanah dua hektare dan bangunan seluas 5.000 meter persegi, Yogi diharuskan membuka toserba sendiri. Padahal, dia tidak memiliki pengalaman bikin toko. Dia pun harus mengalami susahnya menghadapi birokrasi dan pejabat, termasuk preman yang tinggal di wilayah tokonya. ‘’Bapak sengaja tidak memberi tahu trik-triknya, saya diharuskan menjalaninya sendiri,’’ kata Yogi.
Namun, dari beragam kesulitan itu, Yogi akhirnya punya pengalaman membuat toko. Bahkan, Fajar Toserba saat ini sudah memiliki 15 cabang dan 400 orang karyawan yang tersebar di wilayah Kuningan dan sekitarnya. Sekitar dua atau tiga tahun mendatang, dia akan menerapkan sistem franchise.
Menurut Yogi dalam mengembangkan Fajar Group, ada tiga konsep yang sejak dulu diterapkan ayah mertuanya. Yakni, pengembangan wilayah dan pembangunan daerah, dakwah dan ibadah, serta profit. Ketiga konsep itu sangat jauh berbeda dengan konsep yang dikembangkan para pelaku bisnis ritel lainnya.
‘’Kreatifnya kami ya disitu,’’ ujar Yogi.
Untuk pengembangan wilayah dan pembangunan daerah, konsep yang diterapkan Fajar Toserba meniru ‘samudera biru’ yang luas. Maksudnya, mendirikan sebuah toserba tidak harus di tengah kota. Selain sesak, juga menimbulkan kemacetan. Karena itu, pengembangan Fajar Toserba selalu di pinggir kota.Namun, sebelum mendirikan toserba, hal pertama yang dibangun terlebih dulu adalah masjid. Setelah itu, mendatangkan ustadz untuk mengajari masyarakat di sekitarnya mengenai agama. Tak lupa, dibangun pula kios-kios kecil yang disewakan dengan harga murah kepada masyarakat setempat. Para penyewa kios pun dijadikan sebagai mitra. Karenanya, pengembangan Fajar Group tidak akan membuat warung-warung kecil gulung tikar. Justru sebaliknya. Daerah yang sepi menjadi berkembang. Di saat itulah, baru Fajar Toserba kemudian didirikan. ‘’Dengan menerapkan ketiga konsep itu, maka dimanapun ada Fajar Toserba, maka daerah yang sepi akhirnya jadi kota kecamatan yang ramai,’’ tegas Yogi.
Untuk menjaring konsumen, Yogi pun membidik masyarakat menengah ke bawah. Dengan demikian, masyarakat kecil yang hanya memakai sandal jepit dan turun darii angkot pun tidak malu belanja di Fajar Toserba. Yogi pun membiasakan pengamalan ibadah dalam kehidupan sehari-hari kepada para karyawannya. Namun, caranya bukan dengan perintah lisan. Berbagai amalan ibadah, dia contohkan secara langsung dalam bentuk tindakan nyata. Misalnya, setiap adzan solat berkumandang, dia akan berhenti beraktifitas dan bergegas menuju masjid untuk solat berjamaah. Melihat hal itu, karyawannya secara otomatis akan ikut serta.
Meski kini
telah mereguk keberhasilan, namun Yogi merasa itu bukan semata-mata karena
perannya. Menurut dia, pembuka keberhasilannya yang pertama adalah rido Allah.
Dia menilai, usahanya dalam mengembangkan Fajar Toserba hanya bernilai 10
persen. Sedangkan 90 persen lainnya, adalah pertolongan dari Allah. ‘’Selalu
ada intervensi dari Allah sehingga bisa berhasil,’’ tegas Yogi.
Yogi mengaku, bisnis ritel yang digelutinya selalu memiliki masa surut. Setiap tahun, masa surutnya mencapai tiga sampai empat bulan. Namun, hal itu diatasinya dengan cara berhemat di saat masa-masa ramai, yakni lebaran dan liburan.
Yogi mengaku, bisnis ritel yang digelutinya selalu memiliki masa surut. Setiap tahun, masa surutnya mencapai tiga sampai empat bulan. Namun, hal itu diatasinya dengan cara berhemat di saat masa-masa ramai, yakni lebaran dan liburan.
Tak hanya mengalami masa surut, bisnis ritel juga mendatangkan persaingan yang sangat keras. Namun, untuk menghadapinya, Yogi memiliki lima strategi. Pertama, menyediakan berbagai kelengkapan barang yang dibutuhkan masyarakat sekitar. Bahkan, dia menyediakan catatan kepada konsumen mengenai barang-barang yang mereka butuhkan. Tak hanya itu, barang-barang yang dijualnya pun 90 persen adalah produk lokal.
Strategi kedua, menerapkan harga bersaing. Jika ingin memberikan diskon, maka akan langsung diberikan tanpa terlebih dulu menaikan harganya terlebih dulu. Ketiga, display toserba yang menarik. Keempat, tecnology sevice dan human service. Semua karyawan Fajar Toserba, diajarkan untuk selalu akrab, ramah, dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumen. Kelima, kebersihan dan kenyamanan. ‘’Maju dan mundurnya usaha sudah ditentukan Allah. Kita hanya tinggal berusaha saja supaya tidak tertinggal.’’
Kesimpulan : Masalah pasti akan
selalu ada dalam pendirian usaha maka kita tidah boleh menyerah dalam
menghadapinya, dan janganlah berhenti berdoa pada Tuhan.
Basrizal Koto – Pengusaha Sukses Dari Sumatera
Basrizal
Koto (lahir di Pariaman, Sumatera Barat pada tahun 1959) adalah pengusaha
sukses dari Sumatera Barat, Indonesia. Basrizal atau yang biasa disebut Basko
sukses berbisnis di banyak bidang, seperti: media, percetakan, pertambangan,
peternakan, perhotelan properti, dan lain-lain.
Kemiskinan
tidak boleh dinikmati tapi dia harus dilawan. Itulah ungkapan kekuatan tekad H
Basrizal Koto yang kini menjadi pengusaha sukses di Riau untuk keluar dari
kemiskinan yang menimpa diri dan keluarganya di masa lalu. Dia juga tak pernah
menyalahkan siapa-siapa mengapa jadi miskin, karena hal itu tidak jalan
keluar.Usaha untuk sukses itu bukan jalan yang mudah dan terjadi dalam satu
malam. Di mana lelaki kelahiran Kampung Ladang Padusunan Pariaman tahun 1959
ini benar-benar memulai usahanya dari nol tanpa gelar sarjana dan tidak
menamatkan Sekolah Dasar.
kisah perjalanannya
Basko
lahir di desa Field, Pariaman dari pasangan Ali Absyar dan Djaninar. Masa
kecilnya sangat pahit, yang Basko merasa hanya makan sekali sehari, di mana
untuk makan sehari-hari ibu harus meminjam beras ke tetangga. Ayahnya bekerja
sebagai buruh tani yang mengolah gabah. Karena hidup sulit, ia meninggalkan
ayahnya yang pergi bermigrasi ke Riau. Sang ibu telah memanggil ketabahan dalam
menghadapi kehidupan selalu hati Amak imprint.
Meski
sempat di sekolah sampai kelas lima, kisah para pengusaha sukses ini akhirnya
menyimpulkan bahwa kemiskinan harus diperangi tidak untuk dinikmati. Izin dari
ibunya, ia juga memilih untuk pergi merantau ke Riau dibanding bersekolah.
Sebelum pergi, ia mengatakan kepadanya untuk menerapkan 3 K dalam hidup, yang
sangat pandai berkomunikasi, manfaatkan peluang dan kemungkinan, serta bekerja
dengan komitmen yang tinggi. 3 K yang ia diterapkan dalam bisnis.
Hal
pertama yang ia lakukan adalah datang ke terminal luar negeri setelah fajar
untuk mencari pekerjaan untuk menjadi konduktor. Berkat kemampuannya
berkomunikasi, maka hari pertama dia mampu membantu pengemudi oplet. Ketika
Anda pertama kali menjadi konduktor, ia bekerja siang dan malam untuk
memungkinkan rumah sewa menyewa untuk menampung keluarga.
Basko
akal dan visioner yang memulai bisnis dengan menjual pisang. Meskipun tidak ada
uang tetapi dengan kepercayaan, pete yang belum dibayar dibawa ke restoran
Padang dan dijual dengan perbedaan harga yang lebih tinggi. Hidupnya penuh
warna dan keinginan untuk mengubah nasib dirinya mencoba berbagai profesi mulai
dari konduktor, driver, pembangun, penjahit sampai menjadi dealer mobil.
Terampil
komunikasi, jaringan, menepati janji, dan menjaga kepercayaan akhirnya membawa
kesuksesan untuk menaklukkan kemiskinan, membangun kerajaan bisnis, dan
menciptakan lapangan kerja. Jumlah perusahaan yang manajemen kini telah
mencapai 15 perusahaan, dan sejak 2006 dia juga terjun ke bisnis pertambangan
batu bara di Riau, menyediakan TV kabel dan layanan internet di Sumatera.
Beberapa
perusahaan yang masuk Grup MCB miliknya adalah PT Basko Minang Plaza (pusat
perbelanjaan), PT Cerya Riau Diri Printing (CRMP) (pencetakan), PT Cerya Zico
Utama (properti), PT Jaya Bastara Muda (tambang batubara), PT Riau Agro Mandiri
(penggemukan, impor dan ekspor ternak), PT Agro Mandiri Riau Perkasa
(pembibitan, pengalengan daging), PT Indonesian Mesh Network (TV kabel dan
Internet), dan PT Hotel Best Western dan sekarang berganti nama menjadi Premier
Basko Hotel Padang.
Dia
juga memiliki anak. Premier Basko Hotel Padang sebuah hotel bintang lima
terdiri dari 180 kamar yang beroperasi di Padang, Sumatera Barat. Proyek yang
saat ini sedang berlangsung bersama dengan kota Pekanbaru Superblok Kota Riau
Riau Hijau terletak di jantung kota Pekanbaru berdiri di lahan seluas 2 hektar
dengan konsep superblok yang terdiri dari 7 lantai dan 3 Centre Tower Shopping
masing Tower Apartment , Tower Condotel / Condominium Hotel dan Office Tower 1.
Tidak
ada kata menyerah. Tidak ada kata menyalahkan atas kemiskinannya. Tidak ada
kata kecewa dan keluhan. Tidak ada kesombongan. Tidak ada kebencian. Tidak ada
kedurhakaan kepada orang tua. Tidak ada kata memanjakan anak-anaknya. Tidak ada
kata malas. Tidak ada kata tidak bisa. Tidak ada behenti, terus berlari. Tidak
ada kata tidak layak. Tidak ada kata nyaman. Tidak ada kata tidak bersyukur.
Kecuali kata terima kasih Ya Allah atas segala-galanya.
Kesimpulan
: 3K yaitu bekerja dengan penuh Komitmen, pandai-pandailah dalam berKomunikasi,
dan manfaatkanlah Kemungkinan dan peluang yang ada. Semua itu harus dimiliki
oleh seorang wirausahawan
kesaksian nyata dan kabar baik !!!
BalasHapusNama saya mohammad, saya baru saja menerima pinjaman saya dan telah dipindahkan ke rekening bank saya, beberapa hari yang lalu saya melamar ke Perusahaan Pinjaman Dangote melalui Lady Jane (Ladyjanealice@gmail.com), saya bertanya kepada Lady jane tentang persyaratan Dangote Loan Perusahaan dan wanita jane mengatakan kepada saya bahwa jika saya memiliki semua persyaratan bahwa pinjaman saya akan ditransfer kepada saya tanpa penundaan
Dan percayalah sekarang karena pinjaman rp11millar saya dengan tingkat bunga 2% untuk bisnis Tambang Batubara saya baru saja disetujui dan dipindahkan ke akun saya, ini adalah mimpi yang akan datang, saya berjanji kepada Lady jane bahwa saya akan mengatakan kepada dunia apakah ini benar? dan saya akan memberitahu dunia sekarang karena ini benar
Anda tidak perlu membayar biaya pendaftaran, biaya lisensi, mematuhi Perusahaan Pinjaman Dangote dan Anda akan mendapatkan pinjaman Anda
untuk lebih jelasnya hubungi saya via email: mahammadismali234@gmail.com
dan hubungi Dangote Loan Company untuk pinjaman Anda sekarang melalui email Dangotegrouploandepartment@gmail.com